Sabtu, 02 Maret 2013

Kalau Mau Bersih Jangan Berharap Pada Petugas Kebersihan Saja!



Banda Aceh menurut saya termasuk kategori kota yang bersih. Tapiiiiiiiii..... itu karena kerja maksimal petugas kebersihan. Trus anda bangga gitu? Gak perlu lah ya. Anda baru boleh berbangga kalau Banda Aceh ini bersih karena adanya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan.

Secara pribadi saya sangat mengapresiasi kinerja petugas kebersihan tapi tidak untuk masyarakat kota Banda Aceh itu sendiri. Lho? Iya dong, masyarakat kita itu jauh dari disiplin membuang sampah di tempat yang sudah disediakan. Kontradiktif sekali.

Mau bukti? Pernah sekali waktu di seputaran Neusu, saya melihat bocah perempuan membuang sampah kemasan makanan instant dari dalam sebuah mobil mewah. Mobil mewah pastilah isinya keluarga berpunya…….punya mobil maksudnya tapi gak punya otak. Dan kejadian seperti ini bukan sekali saja saya saksikan.

Kebayang gak sih gimana cara mendidik ala orang tua “berpunya” tersebut terhadap anak-anaknya? Sampai tega melempar bekas kemasan snack ke jalan raya disaat mobil sedang melaju dan ada banyak kendaraan lain dibelakangnya. Pfuuih, contoh yang gak boleh ditiru. Don’t try this wherever you are.

Kasus lain. Setiap selesai sebuah event besar di Taman Sari maka kita bisa menyaksikan sampah bertebaran. Pengunjung “menitipkan” sampah dimana saja mereka suka. Padahal, kalo kita mau meluangkan waktu sedikit saja untuk berjalan kaki, ada banyak tempat sampah mengitari taman yang terletak di depan Kantor Walikota ini. Lagi-lagi dalihnya “Ada petugas kebersihan kok”. Gubrak tuing tuing!!!

Contoh yang lain lagi, perhatikan Pasar Aceh, kawasan Peunayong atau ruas jalan utama di kota Banda Aceh serta pemukiman penduduk pada hari pertama lebaran (Idul Fitri dan Idul Adha) disaat petugas kebersihan tidak bekerja. Maka sampah berserakan dimana-mana terutama di depan Pasar Aceh dan bau menyengat disekitar perumahan.
Karena itu saya berani bertaruh, jika beberapa hari saja petugas kebersihan tidak bekerja maka Banda Aceh bukanlah tempat yang layak dan nyaman buat dikunjungi.

Masih mau kasus lainnya? Nih, saat anda ngopi di café, mendekati tengah malam coba perhatikan lantai café yang anda tongkrongin. Sampah puntung rokok disertai abunya bertebaran dilantai café. Padahal disetiap meja sudah disediakan asbak. Para perokok benar-benar menerapkan prinsip “asbak seluas lantai”. Ini yang membuat saya makin percaya bahwa “perokok itu jorok”.  

Tapi yang paling tragis buat saya adalah suasana lapangan Blang Padang dan lapangan terbuka lainnya selepas sholat idul fitri. Dalam hitungan kurang dari satu jam, lapangan berubah menjadi lautan sampah koran.
Jamaah yang baru selesai beribadah menganggap sampah koran itu nantinya akan menghasilkan uang buat pemulung. Hallooooo……bapak, ibu, agam, inong mikir dong kalau ngomong, pemulung sekarang juga milih-milih apa yang akan mereka pungut untuk dijadikan uang. Mereka gak akan mau mengambil koran yang basah akibat tertimpa sajadah diatas rumput, lecek dan sudah koyak. Sadar atau tidak, sebenarnya anda sedang melecehkan Tuhan lho. Gimana gak melecehkan coba, anda beribadah dalam keadaan bersih (karena sebelumnya diharuskan berwudhu’) namun selepas ibadah anda melalaikan begitu saja nilai agama dalam menjaga kebersihan hanya karena berharap akan ada orang lain yang akan membersihkan atau memungutnya.
Bukankah kebersihan itu sebagian dari iman? Seharusnya ia tidak menjadi jargon belaka. 


Saya jadi ingat ucapan seorang teman “Pahala dan dosa itu kita sendiri yang tentukan”. Wahhh dalam banget nih kalimat. Heheheee. Maksudnya begini, kalau anda membuang sampah sembarangan karena nantinya anda merasa sudah “berbuat baik” memberi pekerjaan kepada petugas kebersihan atau pemulung yang akan memungutnya, anda salah besar. Anda jauh lebih baik jika meringankan pekerjaan mereka. Tidak ada salahnya menyimpan bungkus permen di kantong celana atau genggam saja dulu bungkus plastic sampai anda menemukan tempat yang pantas untuk membuangnya. Toh, sikap anda untuk ikut andil menjaga kebersihan juga berdampak baik bagi lingkungan dan diri anda sendiri.

Sudah cukup banyak bencana akibat sampah di Indonesia. Jakarta adalah salah satu contoh terbaru, bagaimana sebuah ibukota negara (malu-maluin banget sih sebenarnya) bisa membunuh warganya gara-gara sampah yang menggunung di kali ciliwung dan pada akhirnya tak mampu menampung debit air yang datang dari kota Bogor pada saat musim hujan.

Belum lagi jika dikaitkan dengan industri pariwisata, sebagus atau seindah apapun destinasi wisata yang ditawarkan tapi jika kotor, bau dan banyak lalat yang beterbangan, pelancong akan berpikir dua kali untuk kembali mengunjungi tempat tersebut.

Ayolah….untuk urusan sampah jangan terlalu bergantung dengan kerja petugas kebersihan dong. Kalau bisa meringankan kerja mereka kenapa harus membuang sampah sembarangan? Dan reward dari Allah juga menanti kita lho.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar