Minggu, 31 Maret 2013

TAMAN BABAK BELUR #1


“Banda Aceh terus membangun taman kota dan ruang terbuka hijau tapi hanya satu dua taman kota yang benar-benar dirawat dan dipelihara. Kealpaan kita membuat taman-taman yang ada ibarat pengemis di tengah kota, compang camping.

#1. Taman Pembibitan Krueng Aceh

Inilah satu-satunya ruang terbuka hijau di Kota Banda Aceh dengan konsep terbaik yang pernah saya temukan. Konsep yang mengangkat semangat taman Bustanussalatin yang indah dan kaya akan ragam tanaman di masa Sultan Iskandar Muda.

Dalam kitab Bustanussalatin karya Nuruddin Ar-Raniry disebutkan bahwa taman Bustanussalatin memiliki 130 jenis tanaman bunga dan buah khas Aceh.  Saat ini, hanya 90% tanaman yang berhasil diidentifikasi. Jenis tanaman dan buah khas Aceh yang berhasil diidentifikasi dan masih dapat ditemukan tersebut, kemudian dibibitkan. Lokasi yang dipilih untuk pembibitan adalah bantaran Krueng Aceh di jalan Cut Mutia.

Hingga kini, semangat taman Bustanussalatin itu terus terjaga. Hal itu terlihat dari hari ke hari taman ini semakin teduh dan asri oleh tanaman bunga dan buah hasil pembibitan. Ya…vegetasi yang ada di taman ini seperti oase ditengah kota. Tempat mencari keteduhan bagi pejalan kaki disaat terik mentari membakar kulit dan menciptakan dahaga.

Diawal kehadirannya pada 2 Agustus 2008, taman yang menempati areal seluas 1000 m2 ini menjadi pilihan warga untuk bersantai di sore hari. Para remaja berkumpul di dek kayu yang bersisian langsung dengan Krueng Aceh. Sementara itu, para orangtua  bercengkerama bersama anak-anak mereka dibawah gazebo ditengah taman. Malam hari tempat ini menjadi lokasi yang romantik melihat kerlap-kerlip lampu pada sisi bawah jembatan Pante Pirak atau duduk menatap bulan saat purnama di atas langit kota Banda Aceh.

Namun sayang, mendekati tahun kelima kehadirannya sebagai ruang terbuka hijau, banyak sekali fasilitas pendukung taman yang tidak terawat, rusak dan hilang. Misalnya dari 8 dek dan 1 dermaga yang dibangun hampir seluruhnya mengalami kerusakan sedang dan berat. Mulai dari landasan papan dek yang kupak-kapik, lapuk akibat perubahan cuaca serta tidak adanya perawatan. Sebagian railing kayu yang hilang entah kemana, ornamen kabel baja yang menghiasinya putus hingga plat besi pendukung railing yang lepas dari sambungannya.

Perhatikan foto sebelah kiri, yang saya ambil di tahun 2009 saat ia masih berusia setahun. Awalnya, diatas dek disediakan kursi taman bagi pengunjung tapi perhatikan gambar-gambar selanjutnya yang saya ambil pada 11 Maret 2013.























Foto diatas bukanlah "instalasi seni" atau bentuk 3 dimensi Contemporary art pada sebuah ruang terbuka hijau, melainkan cermin masyarakat Banda Aceh yang barbar dan bentuk ketidakpedulian Pemerintah Kota terhadap keberlanjutan sebuah taman kota. 


Inilah wajah kita, gampang membangun -karena menganggap sebuah projek itu jauh lebih menguntungkan- tapi sulit sekali memelihara. Perawatan dan pembangunan berkelanjutan menjadi "barang langka" di Nanggroe ini. Ditambah lagi dengan tidak adanya rasa memilki pada masyarakat sebagai pengguna utama taman-taman dan ruang terbuka hijau di kota. Tragis!

Welcome to Banda Aceh.

4 komentar:

  1. wuih fotonya keren2 mas Arie... salut sama Backpacker yang satu ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi objek fotonya bikin nyesek #glekkk :(

      Hapus
  2. Wah, baru tau ada taman ini. Thanks infonya ya bang
    Eniwe, nomor dua dan seterusnya mana? :D

    BalasHapus
  3. semangat x Eky.....hahahahaa. Insha Allah #2 besok trus #3 lusa :D

    BalasHapus