Tidaklah lengkap rasanya mengunjungi kota Banda Aceh jika tidak menyisihkan waktu berkeliling di dalam areal Mesjid Raya Baiturrahman, salah satu mesjid terindah di Indonesia. Namun wajah asli mesjid ini tidaklah seperti yang kita lihat sekarang. Rumah ibadah yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1612, diperkirakan didominasi oleh material kayu. Namun bangunan asli itu sendiri hangus terbakar pada saat terkena meriam Belanda pada tahun 1873 M.
Untuk mengambil hati rakyat Aceh, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1875 membangun kembali mesjid yang telah hancur tersebut di lokasi yang sama. Berawal dari satu kubah, yang diselesaikan pada 27 Desember 1883. Selanjutnya mesjid diperluas hingga menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Pada masa pemerintahan gubernur Ali Hasymy kembali diperluas dan menambah lagi 2 kubah sehingga menjadi 5 kubah pada 1959-1968. Perluasan terakhir mesjid ini terjadi pada masa pemerintahan gubernur Ibrahim Hasan dengan 7 kubah seperti yang kita lihat sekarang ini.
Baiklah....pelajaran sejarah untuk hari ini kita akhiri. Saatnya melihat mesjid yang menempati areal kurang dari 4 hektar ini dari sisi yang berbeda.
Jika dikaitkan dengan dunia fotografi, lokasi mesjid ini punya daya tarik luar biasa. Sejauh anda punya niat "ngubek-ngubek" kawasan seputaran mesjid.
Diapit oleh jalan Teuku Cik Pante Kulu di utara dan timur, jalan Mohammad Jam di selatan serta jalan Cut Ali di bagian belakang mesjid (barat) memberi ruang bagi para penggila foto untuk merekamnya dari berbagai sudut. Mulai dari suasana sakral dan agung hingga hiruk pikuk sebuah pasar yang bersisian dengan mesjid di sudut antara jalan T. Cik Pante Kulu dan jalan Cut Ali.
Manfaatkan toko-toko lama yang ada di jalan Teuku Cik Pante Kulu (Pasar Aceh) untuk mengambil moment keseluruhan mesjid yang bersanding dengan suasana lalu lalang sepeda motor, becak dan mobil serta kesibukan para pedagang dan pejalan kaki. Juga kabel listrik yang melintang bahkan hamparan tenda plastik biru lapak para pedagang kaki lima menambah suasana "crowded" tersebut.
Bila ingin menciptakan komposisi foto framing, banyak sekali bidang-bidang masif yang bisa dimanfaatkan. Terutama jika posisi fotografer berada pada selasar di lantai dua toko-toko lama disisi utara mesjid.
Jadi, memotret dari dalam halaman Mesjid Raya Baiturrahman itu mah sudah biasa. Memotret Baiturrahman dari sudut-sudut luarnya, itu baru berbeda. Namun dari manapun diabadikan, ia tetaplah Baiturrahman. Rumah Allah yang agung.
Tidak banyak yang tahu nama menara yang berdiri tepat di halaman depan Mesjid Raya Baiturrahman ini sebagai Tugu Aceh Daerah Modal Republik Indonesia. Tugu enam lantai setinggi 45 meter ini dihiasi oleh Boh Rue Aceh di puncak menara.
Sebelum tsunami, pengunjung bisa membeli tiket untuk naik keatas menara melihat suasana kota Banda Aceh dari atas. Namun paska tsunami hingga sekarang, landmark kota banda Aceh ini tidak lagi dibuka untuk umum.
Sebagai bangunan tertinggi dibanding bangunan yang ada disekelilingnya, menjadikan menara ini dapat dilihat dari berbagai sudut kota.
Sebelum tsunami, pengunjung bisa membeli tiket untuk naik keatas menara melihat suasana kota Banda Aceh dari atas. Namun paska tsunami hingga sekarang, landmark kota banda Aceh ini tidak lagi dibuka untuk umum.
Sebagai bangunan tertinggi dibanding bangunan yang ada disekelilingnya, menjadikan menara ini dapat dilihat dari berbagai sudut kota.
Sama hal nya seperti mesjid, picturetaker dapat mengabadikan menara ini dari beberapa lokasi meski terpaut hampir 1 km jauhnya.
Mengabadikannya dari Taman Sari hasilnya tentu berbeda dibandingkan memotret langsung dari kaki menara. Atau dapatkan suasana lalu lalang kendaraan di jalan Diponegoro dengan latar belakang menara, ini bisa dilakukan jika anda berdiri di ujung jembatan Pante Pirak. Tidak kalah menarik jika menara dan beberapa kubah mesjid dipotret dari jembatan Peunayong baik siang ataupun malam hari (slow speed). Bahkan sebagian puncak Tugu Modal ini juga bisa diabadikan dari lapangan Blang Padang.
Ayo, tunggu apalagi siapkan kamera anda untuk menciptakan hasil foto yang berbeda.
Mengabadikannya dari Taman Sari hasilnya tentu berbeda dibandingkan memotret langsung dari kaki menara. Atau dapatkan suasana lalu lalang kendaraan di jalan Diponegoro dengan latar belakang menara, ini bisa dilakukan jika anda berdiri di ujung jembatan Pante Pirak. Tidak kalah menarik jika menara dan beberapa kubah mesjid dipotret dari jembatan Peunayong baik siang ataupun malam hari (slow speed). Bahkan sebagian puncak Tugu Modal ini juga bisa diabadikan dari lapangan Blang Padang.
Ayo, tunggu apalagi siapkan kamera anda untuk menciptakan hasil foto yang berbeda.
Bagusnya..Subhanallah :)
BalasHapusAyo....Hijrah jg bisa motret beginian!
HapusKalau Hijrah gampang bang, ada kerjaan tidak disana? Kalau cuma kerjaan pilih telur semut mending enggak deh ( Pilieh-pileh boeh sidoem "Bahasa Aceh" ) Hahahahah kapan2 aja deh, mending jadi turis aja di negeri sendiri :P
Hapushahahaaaa..... :v
HapusAs usual, foto bang arie selalu bagus-bagus. yang ini, aku paling suka foto yang paling bawah, warna warni :D
BalasHapusmakasih ya Eky .... selamat menikmati heheheeee
Hapus