# Taman di Jalan Pelabuhan Ulee Lheue
Jika diibaratkan sebagai manusia, kehadiran taman-taman terabaikan (atau diabaikan?) di Kota Banda Aceh seperti sekumpulan orang-orang bisu yang ditelantarkan oleh negara kemudian dituduh untuk alasan yang tidak jelas lalu akhirnya digebukin oleh orang sekampung, BA-BAK BE-LUR. Ironis!
Saya tidak tahu kapan tepatnya taman ini dibangun dan selesai pengerjaannya. Jika anda menuju ke Pelabuhan Ulee Lheue, maka posisi taman ini berada di sebelah kanan, tidak jauh berseberangan dari kantor Polsek Ulee Lheue. Masyarakat sendiri tidak banyak yang tahu kalau di sepanjang jalan menuju pelabuhan Ulee Lheue terdapat sebuah taman.
Saat ini, dari unit-unit bangunan yang masih bertahan di lokasi, terdapat 1 restoran terbuka sebagai bangunan induk, 8 unit gazebo (rangkang/saung/pondok), 5 bangunan terbuka sebagai tempat berjualan makanan, kursi-kursi taman dengan konstruksi beton, Lampu taman menggunakan sistem solar cell, lampu-lampu hias yang mengisi areal taman, jalan setapak paving block, beberapa unit ayunan, dilengkapi juga dengan fasilitas toilet umum, parkir roda 4 dan 2 serta sebuah plaza di sudut depan lokasi.
Sangat ideal sebagai taman dengan konsep taman kuliner untuk keluarga. Ya, sepertinya taman ini awalnya didesain untuk segmen keluarga menghabiskan sore dan makan malam disini.Didukung oleh lokasi yang berdekatan dengan tempat merapat kapal-kapal kayu nelayan sebagai penyalur utama ikan atau jenis hasil tangkapan laut lainnya sebagai sajian unggulan di lokasi ini. Tapi sayang, tidak ada satupun massa bangunan yang ada di taman ini yang berfungsi seperti yang diharapkan.
Melalui foto diatas, sepertinya tidak ada masalah dengan lokasi di taman ini. Massa bangunan yang ada di dalam areal taman kelihatan utuh, tegak berdiri. Sepertinya normal saja. Tapi coba perhatikan foto dibawah.
Restoran terbuka sebagai bangunan induk yang ada di lokasi ini juga setali tiga uang dengan unit-unit bangunan pendukung lainnya didalam lokasi. Keadaannya sama-sama memprihatinkan, beberapa bagian lantai yang ambles menjadikan kepingan keramik ukuran 30x30 cm terlepas dari ikatannya. Beberapa bagian dinding dikotori dengan tulisan larangan membuang sampah. Plafond keropos akibat rembesan air hujan dari seng yang bocor. Toilet yang ada juga tidak berfungsi sama sekali.
Dalam zoning taman, posisi unit-unit bangunan ini semuanya berada dipinggir area berdekatan dengan laut. Bangunan ini (mungkin) awalnya diperuntukkan bagi kegiatan transaksi seafood antara penjual dan pengunjung taman -terlihat dari meja dengan konstruksi beton dilapis keramik setinggi pinggang orang dewasa dibagian depan-, sebelum dimasak dan akhirnya disajikan di gazebo-gazebo dimana pengunjung yang memesan makanan berada. Seperti warung tapi tawarannya lebih spesifik, hanya satu jenis yaitu makanan laut. Didalam areal taman, ada 5 unit "warung" terbuka ini. Bahkan beberapa unit pada bagian-bagian tertentu sengaja dihancurkan. Tidak ada alasan yang jelas kenapa ini terjadi. Tapi ang pasti, ini sikap barbar lainnya yang ditunjukkan oleh oknum tertentu.
Salah kalau anda mengira objek foto diatas sebagai sebuah karya seni dari pematung Aceh (heheheeee) bukan....sama sekali bukan, ini adalah salah satu dari sekian banyak lampu taman yang diabaikan kehadiran dan perawatannya.
Kehadiran semu taman ini sangat bertolak belakang dengan denyut aktifitas penjualan jagung bakar serta keramaian disepanjang jalan Pelabuhan. Kontradiktif sekali.
Inilah contoh lain dari sebuah taman yang dibangun dan selanjutnya ditelantarkan. Kehadirannya hanya sesaat, selanjutnya menjadi "bangkai" ditengah hiruk pikuk aktifitas masyarakat sepanjang jalan menuju pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.
Selamat datang di Banda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar