Kami
bukanlah Rangga, tokoh utama film 99 Cahaya di Langit Eropa. Dimana dalam salah
satu scene terjadi dialog antara Rangga sebagai tokoh utama dan
pelayan wanita dalam sebuah restoran di Wina, Austria. Pada menit 5:50 di film tersebut, Rangga ingin memastikan bahwa
daging yang akan dibelinya adalah daging ayam yang halal.
Kami
juga bukan Rangga yang harus menggerak-gerakkan kedua lengan yang ditekuk naik
turun menyimbolkan kepakan seekor ayam, untuk meyakinkan bahwa daging yang
dimaksud adalah daging ayam.
Bukan
juga Rangga yang harus menggerakkan bentuk mulut dan hidungnya sambil
mengeluarkan suara khas menyerupai suara hewan yang diharamkan oleh Islam untuk dikonsumsi, demi meyakinkan si pelayan wanita berkebangsaan Austria bahwa yang ia inginkan adalah
bukan daging babi.
Sampai
akhirnya si pelayan menanyakan “Apakah anda muslim?” ketika Rangga menjawab
“Ya.” Pelayan pun melanjutkan “Saya punya yang lain untuk anda.” Tak lama ia
mengeluarkan buah-buahan dalam kemasan plastik sambil berujar “Ini sehat untuk
anda.”
Ketika
buah-buahan adalah pilihan terakhir, tentu itu jauh lebih baik untuk anda. Tapi kami tidak
harus seperti Rangga ketika berada di Thailand. Di negara Gajah Putih ini
dimana Islam adalah minoritas, menemukan makanan halal tidak sesulit yang
dibayangkan. Cukup menyebut 2 kata kunci; halal food dan I’m a moslem. Maka
banyak orang yang akan membantu anda bahkan menunjukkan dimana letak kedai makanan
halal terdekat yang boleh didatangi. Meski terkadang harus menguras tenaga dengan berjalan kaki hanya untuk
menemukan restoran halal ketika Google maps tidak dapat membantu. Tapi bagi kami itu adalah
tantangan. Namun
ketika tantangan itu dimudahkan oleh Allah, ini tentunya menjadi sebuah catatan
menarik. Seperti yang kami alami selama melakukan perjalan di 6 kota di negara Thailand.
Selama berada di Thailand, kami melakukan 6 kali perjalanan malam menggunakan
bus bertingkat (decker bus). Ada dua kali bus harus berhenti di sebuah rest area untuk
makan. Di Thailand, untuk sebuah perjalanan jauh menggunakan bus biasanya harga
tiket sudah termasuk sekali makan malam pada salah satu restoran di rest
area. Nah disinilah cerita-cerita menarik itu. Cerita tentang Tuhan yang
mengirimkan beberapa warga muslim guna membantu kami menepis keraguan terhadap makanan yang disajikan, halal atau tidak.
Pada
perjalanan antara Hatyai menuju Bangkok, ketika bus berhenti di sebuah rest area, tak lama hampir semua penumpang bergerak serentak menuju ke
salah satu kedai makanan, Aku dan Ale masih terbengong-bengong belum tahu mau
melakukan apa meski perut sudah keroncongan. Dari jarak beberapa meter, aku hanya memperhatikan para penumpang yang menuju ke sebuah restoran yang telah ditunjuk oleh pramugari bus. Sampai di depan pintu restoran, setiap penumpang memperlihatkan tiket bus ke pelayan
restoran. Setelah itu pelayan akan membawa mereka ke sebuah meja. Ada sebanyak 6 kursi pada setiap meja dan diatasnya sudah tersaji hidangan untuk disantap.
Awalnya timbul rasa was-was, sebuah pertanyaan "Apakah makanan yang dihidangkan tersebut halal?" melintas di benak. Tapi
nasib baik menyertai kami. Saat itu, selain kami berdua (aku dan Ale), ternyata ada 2 lelaki muslim berkebangsaan Myanmar sebagai penumpang bus yang sama. Seorang diantaranya sangat fasih berbahasa Inggris sehingga memudahkan kami berkomunikasi. Malam itu, Tuhan tak membuat aku terlalu lama menunggu jawaban dari sebuah rasa cemas yang memenuhi kepala. Karena melalui perantaraan 2 warga Myanmar itu terjawab apa yang aku risaukan. Mereka meyakinkan kami agar tak perlu was-was dengan makanan yang disajikan.
Akhirnya
kami memutuskan mengikuti 2 lelaki Myanmar tersebut. melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan penumpang yang lain, berhenti di depan pintu, menyerahkan tiket
kepada pelayan lalu kami dibawa ke meja khusus untuk konsumen muslim. Aku
masih ingat, larut malam itu di sebuah meja bundar pada sebuah ruangan yang terpisah dengan penumpang lainnya, ada 5 orang muslim
termasuk aku dan Ale yang menyantap hidangan dengan lahap. Tak ada keraguan lagi. Maklumlah, lapar sangat.
Lain
lagi cerita pada saat perjalanan antara Bangkok menuju propinsi
Krabi. Ketika turun dari bus malam, masa ia berhenti di salah satu rest area,
kami disambut oleh jajaran stalling makanan yang menjual nasi babi panggang,
mie babi atau sate babi. Hmmmm yummy,
heheheeee.
Kondisi extreme -buat ku- seperti itu membuat kami merasa tak enak hati menanyakan makanan halal. Perasaan takut, jika ditanyakan akan membuat mereka tersinggung. Dalam keadaan tak tahu harus berbuat apapun tiba-tiba 3 perempuan berhijab melintas didepan ku. Mereka adalah warga muslim Thailand dan sepertinya mereka memang dikirim Tuhan untuk membantu kami. Aku menyapa mereka namun karena faktor bahasa, komunikasi terasa agak sulit saat itu. Aku hanya mampu mengucapkan halal food berulang-ulang kali. Sampai akhirnya, perempuan paling tua diantara mereka memberi sebuah isyarat untuk mengikutinya menuju ke restoran khusus bagi penumpang bus.
Tiba di depan pintu masuk restoran, aku mendengar salah seorang perempuan muslim Thailand itu mengucapkan kata halal food pada pelayan. Ohhh....apa yang aku takutkan untuk diucap, itulah yang seharusnya dikatakan; “Halal food.” Tak ada alasan untuk tidak mengucapkan atau menanyakan halal food saat berada di negara mayoritas bukan islam. Lalu, kami dibawa ke satu ruangan tertutup yang
agak besar dimana beberapa meja dan kursi tersusun rapi. Di ruangan itu juga terdapat sebuah freezer dua pintu serta dua buah microwave oven yang diletakkan pada
sebuah meja panjang.
Ternyata mereka sudah menyiapkan makanan halal untuk konsumen muslim. Pelayan yang ditugaskan menemani kami dengan sigap mengeluarkan kemasan makanan halal yang terdiri atas nasi dan kari daging lembu dari dalam freezer, selanjutnya dimasukkan dalam microwave. Tak lama nasi dan kari yang telah dipanaskan siap untuk
dimakan.
Selama trip di Thailand, sebagai muslim traveler, kami tidak menemukan kesulitan menemukan makanan atau minuman halal kemasan. Makanan dan minuman
kemasan dengan label halal mudah sekali dijumpai di mini market seperti 7 Eleven. Yang dibutuhkan adalah kejelian anda sebagai pelancong muslim melihat logo halal tertera pada kemasan snack yang dijual seperti roti atau susu kotak. Biasanya snack tersebut ditumpuk bersama dengan makanan non halal.
Trip kali ini mengajarkan kami bahwa ketika seseorang memiliki niat baik termasuk niat untuk makan hanya makanan halal selama dalam perjalanan dan teguh dalam pendirian untuk mendapatkannya, Tuhan pasti akan memudahkan jalannya. Akan ada banyak kejutan-kejutan yang indah. Percayalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar