"Perjalanan dengan tujuan kenikmatan duniawi, hanya menyenangkan sesaat tapi akan menghancurkan mu selamanya. Jika sebuah perjalanan dilandasi oleh kekaguman terhadap Sang Pencipta, maka kau akan menemukan Tuhan mu selamanya." Arie Y.
Sebelum
berbagi cerita kegiatan di hari kedua, ada baiknya mengingat-ingat kembali kejadian
di hari pertama, mengarungi lepas pantai
Ujung Pancu dan menjauhi sisi kanan Pulau Tuan selanjutnya melewati selat pendek antara Pulau Lumpat dan Ujung Pancu hingga melintas Pulo Batee sampai akhirnya tiba di Pulau Bunta. Ombak benar-benar tak dapat
diprediksi. Seperti yang kami alami. Baru
beberapa menit meninggalkan dermaga dan lepas dari ujung kanal, ombak dihadapan sudah berkejar-kejaran
menghadang laju boat mesin 23 PK. Semakin
ketengah semakin tinggi. Dalam keadaan sedikit panik, beberapa peserta yang
sejak awal belum menggunakan baju pelampung, langsung meraih dan memakainya.
Keadaan
bertambah tegang ketika tiba-tiba pendamping juru mudi berkata “Kelihatannya
boat berat kedepan, ayo sebagian penumpang pindah ketengah.” Huuaaaaaaa…pengen
nangis! Soalnya posisi akulah yang harus pindah ke tengah. Bayangkan, dalam
keadaan kapal oleng ke kiri dan kanan disuruh berdiri untuk pindah posisi,
pastilah seperti pemain akrobat yang harus menjaga keseimbangan jika tak ingin
tercebur ke laut. Pada saat itu juga aku harus memikirkan bagaimana menjaga tas
berisi kamera dan laptop yang kuselempangkan tidak basah akibat hempasan air
laut.
Alhamdulillah walau dengan susah payah,
kini posisi ku benar-benar berada di tengah bersama pendamping juru mudi.
Didepan kami duduk; Pak Sidik, Bahrijal dan Ale. Sementara di posisi belakang ada Ismul, Mirza dan Yusri ditambah juru mudi boat mesin.
Jujur,
ini adalah masa-masa penuh kecemasan dalam perjalanan menuju Pulau Bunta. Saat
itu, semua peserta tampak diam. Hening. Hanya suara ombak yang bergemuruh ditambah
raungan mesin boat yang memekakkan telinga. Dan aku percaya bahwa mereka semuanya
sedang berdoa. Masuk diakal ya, ketika sedang berada dibawah ancaman, manusia
pasti (kembali) mengingat Sang Pencipta. Amat menegangkan. Heheheee.
Kira-kira 20 menit menjelang
tiba, aku menoleh ke belakang. Apaaaaaa?????? Astagfirullah! Tiga orang peserta yang berada dibelakang sedang tidur pulas dengan manisnya. Ohhhhhhh…… penumpang yang aneh.
Sabtu, 25 Januari 2014
Menjelajah Sisi Barat Pulau
Sabtu
pagi selepas sarapan, waktunya berkumpul dan selanjutnya rombongan dibagi kedalam 2
grup. Adalah sebuah pilihan yang sulit menentukan jalur mana yang akan ditempuh,
menyusuri sisi barat atau timur pulau. Karena keduanya sama menarik.
Grup
1 akan menyusuri sisi timur dan selatan melewati Ujung Bada dengan jarak tempuh kurang dari 4 km, sedangkan grup 2
mengarah ke sisi barat pulau melewati pelabuhan dengan jarak tempuh yang lebih pendek yaitu sekitar 2,5 km. Kedua grup sepakat untuk
bertemu di lokasi mercusuar yang terletak di Ujung Mane.
Akhirnya, menilai dari sudut pandang fotografi, aku memutuskan menjadi bagian dari grup 2 yang terdiri dari Bahrijal, Ale, Satria, Ismul, Mirza dan Mudi. Dengan menyusuri sisi barat, otomatis sinar matahari pagi akan berada
dibelakangku dan menjadi sumber cahaya kearah laut. Tentu saja hal tersebut
baik untuk mendukung pencahayaan dari sisi fotografi.
Nah, selama trekking ternyata banyak hal-hal indah yang kami temui. Foto-foto dibawah ini semoga mampu menjelaskan sebagian keindahan dari Pulau Bunta terutama buat yang belum pernah kemari.
Selama perjalanan di sisi barat, grup kami diberi kesempatan melihat pecahan-pecahan karang merah yang terdampar di pesisir pantai akibat hempasan gelombang pasang. Kawan-kawan di grup 1 ternyata lebih beruntung, menurut penuturan mereka, sisi timur Pulau Bunta memiliki pemandangan yang luar biasa indah. Mereka menyaksikan sekumpulan karang merah terhampar sekian puluh meter tak jauh dari garis pantai. Pagi hari saat air surut adalah waktu yang tepat untuk bisa melihat hamparan karang merah tersebut.
Menjelang
akhir perjalanan disaat jalur semakin menanjak, kami bertemu 2 orang penjaga
mercusuar yang baru saja selesai mancing, Pak Basuki dan Bang David. Mereka
jugalah yang menuntun kami ke lokasi mercusuar. Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang mereka panggil Pak
Komandan. Pak Basuki dan Bang David adalah warga propinsi Sumatera Utara, mereka baru saja
ditugaskan di Pulau Bunta untuk beberapa bulan sebelum dipindahkan ke lokasi
lain nantinya.
Banyak
sekali cerita yang mereka ungkapkan selama dalam perjalanan maupun saat tiba di
pos penjagaan mercusuar. Tentang rasa
rindu yang harus dipendam selama berminggu-minggu terhadap keluarga, mengenai
distribusi makanan yang kadang terkendala akibat cuaca ekstrim atau sulitnya komunikasi melalui telfon genggam dengan dunia luar.
Nah, Kalau sudah begini, aku cuma bisa bilang “Yang sabar ya pak.” :)
Waktu sudah lewat tengah hari ketika kami tiba di titik finish yang disepakati. Beberapa teman sudah duduk kelelahan di lantai ruang tamu rumah Bang David. Rasa haus tak terbendung lagi. Begitu masuk ke ruang makan, semua orang –kecuali Bang David, si penghuni rumah- tampak seperti kesurupan begitu melihat dispenser. Berlomba-lomba
menghabiskan bergelas-gelas air dingin. Oh
Tuhan, kami seperti menemukan oase ditengah padang pasir tandus, halahhhh mulai
deh lebay!
Tak lama Mudi dan Satria terkapar
pasrah di lantai. Di rumah ini, naluri chef Bahrijal ikut bermain, juru masak
kami selama Coastal Retreat ini sibuk mondar-mandir di dapur dan yang terjadi
setelah itu adalah 15 bungkus mie
instant stock dapur bang David direlakan untuk dimasak sebagai menu makan siang
kami. Ale, Mudi dan Mirza menuju lokasi tebing menunggu teman-teman grup 2 tiba.
Sedangkan aku sibuk mencari posisi untuk mendapatkan sinyal hp. Bikin status dulu. :)
Menjelang
setengah tiga siang, grup 1 (Pak Sidik, Pak Iben, Musa, Yusri, Faisal, Alfandias, Suheil dan Adit) akhirnya dengan penuh perjuangan tiba di lokasi
mercusuar. Wajar kalau mereka paling akhir tiba. Selain jalur trekking yang
lebih panjang mereka juga harus melakukan pendakian untuk mencapai area mercusuar. Wajah-wajah mereka tak dapat menutupi rasa lelah itu.
Perjalanan
ini memang begitu melelahkan tapi semuanya terbayar lunas oleh merah dan
kuning karang-karang yang ada di Pulau Bunta. Biru dan hijau tosca permukaan lautnya, hijau tua daun-daun kelapa tinggi langsing yang tumbuh menjulang
menggapai langit. Warna-warna gelap batuan sedimen yang tersebar disekeliling pulau. Cahaya yang menelusup masuk diantara rimbunnya daun pohon ketapang, tempat dimana kami mendirikan tenda dan
melakukan banyak aktifitas dibawahnya. Alam bawah lautnya yang luar biasa
indah. Dan ini mengajarkan kepada kami
bagaimana tetap menjaga keberlangsungan hidup apapun yang ada di pulau ini.
Dan
selalu ada catatan penting dari setiap perjalanan. Tentang bagaimana
setiap orang mampu mengesampingkan ego. Memahami kesulitan . Menawarkan kebaikan. Melatih empati terhadap teman bahkan yang baru dikenal yang sebelumnya tak
pernah berinteraksi sama sekali. Seperti yang kurasakan dalam perjalanan kali ini.
Sebelum kembali ke tenda, rombongan menyempatkan diri berfoto bersama di depan rumah petugas mercusuar. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar