Selasa, 11 Februari 2014

Pulau Bunta, Catatan Dari Keinginan Yang Terpendam Lama #1


"Kalau kau menginginkan sesuatu sepenuh hatimu, saat itulah kau berada amat sangat dekat dengan jiwa dunia. Dan ini selalu merupakan daya positif" dikutip dari novel The Alchemist karya Paulo Coelho.


Sudah lama aku mendengar cerita tentang eksotisme satu pulau kecil dalam wilayah  kecamatan Peukan Bada kabupaten Aceh Besar. Bunta namanya. Setiap kali melakukan penyeberangan ke Pulau Weh, dari kejauhan aku bisa melihat puncak Pulau Bunta samar-samar bersembunyi dibalik Pulo Batee.

Aku baru benar-benar menyaksikan Pulau Bunta secara utuh, meski masih dari jauh saat bermalam bersama kawan-kawan di Lhok Mata Ie pada Januari 2013.  Saat itu matahari tenggelam dibalik pulau sehingga siluet Pulau Bunta tampak detil dengan pucuk-pucuk pohon kelapa yang tumbuh menjulang menghiasi pulau.

Dan Bunta pun semakin dekat saja di pandangan saat bersama teman-teman dari Jakarta melakukan penyeberangan ke Pulo Batee pada Juni 2013. Saat itu, Bunta yang berada disebelah kiri kami tampak utuh di depan mata. Semakin jelas, semakin dekat. Meski tetap belum bisa meraihnya. Tapi saat itu, aku terus berdoa agar Tuhan memudahkan langkahku mengunjungi pulau itu suatu saat nanti.

Dan aku percaya bahwa cepat atau lambat Allah pasti memudahkan jalan bagi siapa saja yang memiliki niat baik untuk mengagumi keindahan Nya. Terbukti pada Januari tahun ini –butuh waktu satu tahun sejak pertama kali melihat Pulau Bunta secara utuh dari Lhok Mata Ie- diberi kesempatan mengunjungi pulau tersebut.

Tentu saja Tuhan mengirimkan perantara untuk mewujudkan keinginan ku mengunjungi Bunta. Mereka adalah dosen-dosen Teknik Universitas Syiah Kuala (USK), termasuk sejumlah mahasiswanya. Atas ajakan mereka dalam program “Pulau Bunta Coastal Retreat” akhirnya aku benar-benar dapat menikmati hampir setiap sudut Pulau seluas 125 hektar bersama 14 teman lainnya.
Dibelakang kami tampak sebagian Pulo Batee disebelah kanan dan Pulau Nasi berada di kiri

Jum’at, 24 Januari 2014
Meninggalkan Gampong Lam Teungoh

Selepas sholat jum’at beberapa peserta Coastal Retreat sudah berkumpul di gedung Tsunami and Disaster Mitigation Research Centre (TDMRC). Selanjutnya seluruh peserta yang berjumlah 15 orang -terdiri atas 2 dosen Fakultas Teknik USK, 11 mahasiswa ditambah aku dan seorang teman dari Medan- diberangkatkan ke Gampong Lam Teungoh. Rombongan ini selanjutnya dibagi kedalam 2 grup, masing-masing terdiri atas 7 dan 8 orang. Disana sudah ada 2 boat mesin siap mengantar kami menuju Pulau Bunta.

Rombongan meninggalkan dermaga kecil Gampong Lam Teungoh sebagai start point pada pukul empat petang. Dalam grup kami selain 7 peserta Coastal Retreat Program, boat yang aku tumpangi ditambah juru mudi dan  pendampingnya. Total ada 9 orang. Hampir semua dilengkapi baju pelampung.


Butuh waktu maksimal 60 menit mencapai pulau ini, namun 20 menit pertama adalah waktu yang menegangkan saat boat menari-nari diatas gelombang tinggi.   Sesekali boat memecah ombak lalu bagian depan menukik kepermukaan air laut sebelum naik lagi mengikuti irama gelombang.

Tepat pukul lima boat yang kami tumpangi mendarat di pantai berpasir putih sebagai gerbang awal eksplorasi pulau yang dahulunya pernah didiami para penderita kusta.

Meski pulau ini memiliki satu dermaga namun karena posisi permukaan dermaga lebih tinggi dari permukaan air laut bahkan dalam keadaan air pasang sekalipun, otomatis kehadirannya tampak sebagai pemanis saja. Kecuali untuk menjemur kopra dan salah satu spot foto yang menarik, selebihnya dermaga ini tak berfungsi sama sekali. Karena itu jika mendarat di Pulau Bunta, maka bersiaplah basah separuh badan terutama saat air pasang.

Menjelang sore kami memilih lokasi dibawah pohon ketapang tak jauh dari dermaga sebagai tempat mendirikan tenda untuk bermalam. Malam pertama di pulau ini, ditutup dengan presentasi dari 2 dosen Fakultas Teknik USK mengenai program Coastal Retreat dan Pulau Bunta dilihat dari sudut pandang geologi.  

Dan tentu saja, bermalam di Pulau Bunta adalah tidur berteman jutaan bintang di langit malam serta deburan ombak dan desiran angin. ohhhhh....nikmatnya. 



(Apa saja yang dilakukan pada hari kedua? apa saja yang kami lihat sepanjang perjalanan? Simak bahagian kedua tulisan mengenai Pulau Bunta.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar