#4. Teh Mandi
Selain
kopi, di Indonesia teh sangatlah populer. Teh bisa ditemui hingga pelosok
sekalipun. Minuman dari olahan daun teh hadir mulai dari warung kakilima hingga
restoran mahal. Meski populer,
penyebutan untuk satu olahan minuman teh juga bisa beragam. Misalnya, minuman
teh ditambah gula serta es batu, di satu daerah disebut “teh manis dingin”. Di
daerah lain dipanggil “es teh manis”.
Kalau
lagi berada di sebuah warung minuman, jangan kaget jika ada pengunjung yang
minta “mandi”. “Bang, mandi satu!” Itu bukan berarti pengunjung pengen
mandi dengan si abang pemilik warung tapi itu artinya, pengunjung warung
memesan satu gelas teh manis dingin. Beberapa orang sering menyingkat “manis dingin”
menjadi “mandi” saja.
#5. Beda Air Minum dan Air Kobokan
Mungkin
pernah mengalami situasi dimana anda tanpa bertanya kepada pemilik warung nasi
langsung menuangkan air dari ceret plastik yang ada diatas meja ke dalam gelas
untuk diminum. Jangan harap orang-orang yang melihat anda akan bersikap
kasihan, yang ada malah ditertawakan. Lalu anda pasti bertanya, “Oh Tuhan, apa
salah saya?”
Sebenarnya,
anda itu gak salah. Yang disayangkan kenapa tidak bertanya terlebih dahulu.
Nah, akhirnya sesat kan? Ehh, malu kan? Hahahaaaaa
Orang-orang
–terutama pendatang- sering tertipu dengan kehadiran ceret plastik diatas meja.
Malah, beberapa warung nasi menempatkan 2 ceret sekaligus di meja-meja mereka. Satu untuk diminum, satunya lagi untuk kobokan. Tapi gampang kok bedainnya, ceret berbahan plastik disediakan untuk kobokan dan biasanya diletakkan bersamaan
dengan baskom plastik juga. Baskom itu sendiri sebagai media untuk menampung air
bekas cucian tangan anda. Nah, air untuk diminum berada dalam
ceret aluminium.
Mengetahui
hal ini, teman saya yang tadi ditertawakan pengunjung warung nasi karena
kelalaiannya sambil bercucuran airmata berkata “Oh Tuhan, hidup ini gak adil!”
Huuftttt……drama!
#6. Main Batu
Istilah
ini tidak ada hubungan dengan “lempar batu, sembunyi tangan”. Main batu,
istilah yang kelihatan lebih “sangar” dibandingkan dengan saudaranya yang lain,
yaitu; main cewek dan main mata. Hahahaaaa, maksa! Istilah yang kembali
membingungkan teman-teman dari Pulau Jawa ini saya alami saat membawa rombongan
mereka ke TPA Kampung Jawa untuk melihat lokasi pembangunan tempat daur ulang
sampah.
Pada
saat berada di lokasi pusat pembuangan sampah terpadu kota Banda Aceh ini,
salah seorang teman melihat beberapa petugas -tidak jauh dari tempat kami
berdiri- sedang mengeluarkan satu set sofa bekas. Tampaknya mau dijual ke
penampung barang bekas.
Teman
saya yang punya naluri bisnis coba mendekati mereka dan sesampai disana ia
berkomentar “Wah sofanya masih bagus, coba kalau joknya diganti baru terus
dijual lagi pasti harganya lumayan tuh”. Salah seorang petugas menyahut “Sofa
ini emang mau dijual, dalam kondisi jelek gini aja sudah ada penampung yang mau
membeli kok.” Si petugas kembali melanjutkan “Percuma diperbaiki, selama ini
sofa-sofa ini cuma didudukin buat main batu aja.”
Main
batu? Hmmmmmm……teman saya menoleh kearah saya, lalu ia bertanya “Main batu itu
apa ya?” Sebelum sempat saya menjawab, salah seorang petugas yang mendengar
sambil tertawa menjawab “Main batu itu sama dengan main domino. Hanya saja
bahannya yang berbeda. Kalau di Aceh domino yang popular adalah domino yang
menggunakan bahan yang keras, sekeras batu. Sehingga kalau dipukul ke atas meja
yang berbahan kayu atau triplek akan mengeluarkan suara yang khas”.
Mendapat
penjelasan tersebut, teman saya mengangguk-angguk sambil menyelutuk “Kirain
main batu itu becandaan sesama teman trus pukul-pukulan atau lempar-lemparan
pakai batu.” Hiiii sadis amat. Kalau main batu seperti yang ada dalam pikiran
teman saya sebelum mendapat penjelasan yang sebenarnya, itu sih namanya main
hakim sendiri bukan main batu. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar