Minggu, 01 Desember 2013

Warna Warni, Warna Lokal #2

#4. Teh Mandi 
Selain kopi, di Indonesia teh sangatlah populer. Teh bisa ditemui hingga pelosok sekalipun. Minuman dari olahan daun teh hadir mulai dari warung kakilima hingga restoran mahal.  Meski populer, penyebutan untuk satu olahan minuman teh juga bisa beragam. Misalnya, minuman teh ditambah gula serta es batu, di satu daerah disebut “teh manis dingin”. Di daerah lain dipanggil “es teh manis”.

Kalau lagi berada di sebuah warung minuman, jangan kaget jika ada pengunjung yang minta “mandi”. “Bang, mandi satu!” Itu bukan berarti pengunjung pengen mandi dengan si abang pemilik warung tapi itu artinya, pengunjung warung memesan satu gelas teh manis dingin. Beberapa orang sering menyingkat “manis dingin” menjadi “mandi” saja.





#5. Beda Air Minum dan Air Kobokan
Mungkin pernah mengalami situasi dimana anda tanpa bertanya kepada pemilik warung nasi langsung menuangkan air dari ceret plastik yang ada diatas meja ke dalam gelas untuk diminum. Jangan harap orang-orang yang melihat anda akan bersikap kasihan, yang ada malah ditertawakan. Lalu anda pasti bertanya, “Oh Tuhan, apa salah saya?”
Sebenarnya, anda itu gak salah. Yang disayangkan kenapa tidak bertanya terlebih dahulu. Nah, akhirnya sesat kan? Ehh, malu kan? Hahahaaaaa

Orang-orang –terutama pendatang- sering tertipu dengan kehadiran ceret plastik diatas meja. Malah, beberapa warung nasi menempatkan 2 ceret sekaligus di meja-meja mereka. Satu untuk diminum, satunya lagi untuk kobokan. Tapi gampang kok bedainnya, ceret berbahan plastik disediakan untuk kobokan dan biasanya diletakkan bersamaan dengan baskom plastik juga. Baskom itu sendiri sebagai media untuk menampung air bekas cucian tangan anda. Nah, air untuk diminum berada dalam ceret aluminium.


Mengetahui hal ini, teman saya yang tadi ditertawakan pengunjung warung nasi karena kelalaiannya sambil bercucuran airmata berkata “Oh Tuhan, hidup ini gak adil!” Huuftttt……drama!


#6. Main Batu
Istilah ini tidak ada hubungan dengan “lempar batu, sembunyi tangan”. Main batu, istilah yang kelihatan lebih “sangar” dibandingkan dengan saudaranya yang lain, yaitu; main cewek dan main mata. Hahahaaaa, maksa! Istilah yang kembali membingungkan teman-teman dari Pulau Jawa ini saya alami saat membawa rombongan mereka ke TPA Kampung Jawa untuk melihat lokasi pembangunan tempat daur ulang sampah.

Pada saat berada di lokasi pusat pembuangan sampah terpadu kota Banda Aceh ini, salah seorang teman melihat beberapa petugas -tidak jauh dari tempat kami berdiri- sedang mengeluarkan satu set sofa bekas. Tampaknya mau dijual ke penampung barang bekas.

Teman saya yang punya naluri bisnis coba mendekati mereka dan sesampai disana ia berkomentar “Wah sofanya masih bagus, coba kalau joknya diganti baru terus dijual lagi pasti harganya lumayan tuh”. Salah seorang petugas menyahut “Sofa ini emang mau dijual, dalam kondisi jelek gini aja sudah ada penampung yang mau membeli kok.” Si petugas kembali melanjutkan “Percuma diperbaiki, selama ini sofa-sofa ini cuma didudukin buat main batu aja.”

Main batu? Hmmmmmm……teman saya menoleh kearah saya, lalu ia bertanya “Main batu itu apa ya?” Sebelum sempat saya menjawab, salah seorang petugas yang mendengar sambil tertawa menjawab “Main batu itu sama dengan main domino. Hanya saja bahannya yang berbeda. Kalau di Aceh domino yang popular adalah domino yang menggunakan bahan yang keras, sekeras batu. Sehingga kalau dipukul ke atas meja yang berbahan kayu atau triplek akan mengeluarkan suara yang khas”.

Mendapat penjelasan tersebut, teman saya mengangguk-angguk sambil menyelutuk “Kirain main batu itu becandaan sesama teman trus pukul-pukulan atau lempar-lemparan pakai batu.” Hiiii sadis amat. Kalau main batu seperti yang ada dalam pikiran teman saya sebelum mendapat penjelasan yang sebenarnya, itu sih namanya main hakim sendiri bukan main batu. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar