Jumat, 18 Juli 2014

Berwisata Ke Kantor Polisi Bangkok!

Meski  panas menyengat, cuaca ekstrem kota Bangkok siang itu tak sedikitpun menyurutkan langkah kami untuk tetap menjalankan rencana yang sudah disusun; berburu halal food, motret dan keliling distrik Bangrak yang juga berdekatan dengan sungai Chao Phraya.  Tapi sayang, apa yang ingin kami lakukan tak semulus seperti yang direncanakan. Selasa siang pada 10 Juni 2014 lalu, sebagian besar waktu jalan-jalan kami harus “terpotong” oleh urusan dengan pihak kepolisian kota Bangkok. 

Siang itu aku harus berurusan di kantor polisi Yanawa di distrik Bang Rak, tapi bukan gara-gara tindak kriminal atau pelanggaran yang dilakukan. Ini murni karena sebuah dompet. Ya, sebuah dompet kulit warna coklat yang ku temukan dalam perjalanan bus malam Hatyai-Bangkok.

Ceritanya begini, menjelang mendekati pusat kota Bangkok, di dalam bus aku pindah posisi duduk agar mudah memotret sebagian ibukota Thailand di pagi hari dari sisi kiri bus. Apalagi saat itu, tidak banyak penumpang di dalam bus jurusan Hatyai-Bangkok, jadi dapat lebih leluasa bergerak pindah posisi tempat duduk.

Malah seorang penumpang lelaki yang menempati kursi didepan kami sudah turun sejak awal disuatu tempat sebelum perbatasan kota Bangkok.  Nah bekas kursi si penumpang ini yang aku duduki. Masih di kursi yang sama, selepas memotret aku memindahkan selimut yang sejak tadi kududuki ke kursi sebelah. Tiba-tiba sebuah dompet yang terselip diantara lipatan selimut jatuh tepat disamping kakiku. Pastilah dompet itu milik lelaki yang semalam duduk dihadapan kami.

Awalnya aku ingin menyerahkan dompet tersebut kepada pramugari bus. Namun karena sejak awal kami sudah mengalami hal  yang kurang menyenangkan dengan si pramugari, akhirnya ku urungkan niat tersebut.

Selanjutnya dompet ku masukkan kedalam saku samping celana cargo yang kupakai kala itu. Aku berpikir, ahh nanti saja kuserahkan dompet itu ke kantor polisi yang pertama kami jumpai, dimanapun itu di kota Bangkok. Atau opsi lain adalah membuka dompet setiba di terminal dan berharap ada nomor telepon yang dapat dihubungi atau mengirimkan via pos ke alamat yang tertera di ID card pemilik dompet.

Sesimple itu kah? Nah, ketika ada kesempatan membuka dompet di area terminal bus, disinilah masalah muncul. Kenapa? Uangnya terlalu sedikit ya? Bukan! Bukan itu masalahnya tapi tidak ada satupun isi dompet yang bisa kubaca. 

Aku baru sadar,  bukankah saat ini kami sedang berada di negeri gajah putih dimana hampir semua huruf didominasi oleh aksara Thai. Termasuk kartu pengenal, ATM atau apapun itu. Yang dapat dibaca cuma angka-angka. Selebihnya tentu saja buta, maksudnya buta aksara Thai. Jangankan aksara thai, menghafal huruf-huruf hijaiyah saja belum lulus. Ihiks.

Sejak awal aku tidak mau menceritakan kepada Ale, biar keadaan tak bertambah panik. Aku tak mau mengawali pagi kami di Kota Bangkok dengan debat dan diskusi atau opsi-opsi bagaimana membuat dompet itu kembali kepada si pemilik. Biar saja aku yang berfikir. Aku percaya, sejauh ada niat baik untuk mengembalikan dompet kepada pemiliknya tanpa ada niat mengurangi isi dompet, In Sya’ Allah pasti Allah menuntun aku dengan cara Nya membuat keadaan dimana dompet akan sampai ke tangan pemiliknya dan aku pun tenang dalam melakukan perjalanan.

Sewaktu keluar dari satu stasiun BTS sky line ke stasiun berikutnya atau saat berjalan kaki menuju ke beberapa destinasi wisata di kota Bangkok, aku selalu melihat ke kiri-kanan berharap ketemu kantor polisi. Tapi tetap saja yang kucari tidak ada.

Sampai akhirnya, pada saat sujud terakhir sholat zuhur di masjid Ban Oou, tiba-tiba terlintas di benakku “Kenapa tidak diberikan saja kepada Imam masjid untuk diserahkan kepada pemilik dompet?” Ehh, ketahuan deh kalau sholatnya gak khusyuk. Hahahahaaa.
Benar juga, selesai berdoa aku langsung menjumpai Imam masjid Ban Oou. Aku ceritakan tentang dompet yang kutemukan didalam bus apa adanya. Disini juga Ale baru kuberitahu.

Peran Imam masjid Ban Oou cukup besar. Ia akhirnya memfasilitasi aku bertemu dengan pihak Centre Point Hotel, sebuah hotel bintang empat yang letaknya berdampingan dengan masjid Ban Oou. Lalu salah seorang pegawai hotel ditugaskan khusus untuk mengantar kami ke kantor polisi. Sang imam meminta maaf tidak dapat ikut ke kantor polisi karena saat itu hanya ia sendiri yang menjaga masjid.

Tiba di kantor polisi Yanawa, kami disambut ramah oleh Pak Chankul Jumruschai. Ia mempersilakan kami masuk ke ruangannya. Senang sekali bisa ketemu ruangan ber-AC setelah berpanas-panas diluar. Selanjutnya aku dan pak Chankul duduk saling berhadapan. Hanya dipisah oleh meja kerjanya. Berceritalah aku padanya mengenai penemuan dompet secara kronologis. Saat kuserahkan dompet, ia juga meminta passport ku. Lalu passport berpindah tangan kepada anak buah pak Chankul yang sedang menyiapkan berita acara. 

Aku pikir, urusan aksara Thai sudah berakhir ternyata saat diserahkan lembar berita acara oleh anak buah pak Chankul untuk ditandatangani, lagi-lagi seluruh isi kertas didominasi huruf-huruf Thai. Yang dapat dibaca cuma nama ku dan angka-angka. Ooh tidaaaaaakkkkkkkkkk. Tapi ya sudahlah, tanda tangan saja dulu, yang penting dompet dapat segera sampai kepada pemiliknya. 

Oh ya, ada yang bisa tolong terjemahkan isi berita acara yang ada difoto samping kanan ini? Ah sudahlah, gak penting juga.

Yaahhhh....meski hari itu jalan-jalan kami harus berakhir di kantor Polisi Yanawa di distrik Bang Rak, sehingga membatalkan kunjungan ke beberapa destinasi di kawasan Silom tapi aku masih tetap berfikir positif. Bukankah tidak semua orang dapat mengalami seperti apa yang telah kami alami, “Berwisata Ke Kantor Polisi Bangkok”. Ahaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar