Meski panas menyengat, cuaca ekstrem kota Bangkok siang itu tak sedikitpun menyurutkan langkah kami untuk tetap menjalankan rencana yang sudah disusun; berburu halal food, motret
dan keliling distrik Bangrak yang juga berdekatan dengan sungai Chao Phraya. Tapi sayang, apa yang ingin kami lakukan tak semulus seperti yang direncanakan. Selasa siang pada 10 Juni 2014
lalu, sebagian besar waktu jalan-jalan kami harus “terpotong” oleh urusan
dengan pihak kepolisian kota Bangkok.
Siang itu aku harus berurusan di kantor
polisi Yanawa di distrik Bang Rak, tapi bukan gara-gara tindak kriminal atau
pelanggaran yang dilakukan. Ini murni karena sebuah dompet. Ya, sebuah dompet
kulit warna coklat yang ku temukan dalam perjalanan bus malam Hatyai-Bangkok.
Ceritanya
begini, menjelang mendekati pusat kota Bangkok, di dalam bus aku pindah posisi
duduk agar mudah memotret sebagian ibukota Thailand di pagi hari dari sisi kiri
bus. Apalagi saat itu, tidak banyak penumpang di dalam bus jurusan
Hatyai-Bangkok, jadi dapat lebih leluasa bergerak pindah posisi tempat duduk.
Malah
seorang penumpang lelaki yang menempati kursi didepan kami sudah turun sejak
awal disuatu tempat sebelum perbatasan kota Bangkok. Nah bekas kursi si penumpang ini yang aku duduki. Masih
di kursi yang sama, selepas memotret aku memindahkan selimut yang sejak tadi
kududuki ke kursi sebelah. Tiba-tiba sebuah dompet yang terselip diantara lipatan selimut jatuh tepat disamping kakiku. Pastilah dompet itu milik lelaki yang semalam duduk dihadapan kami.
Awalnya
aku ingin menyerahkan dompet tersebut kepada pramugari bus. Namun karena sejak
awal kami sudah mengalami hal yang
kurang menyenangkan dengan si pramugari, akhirnya ku urungkan niat tersebut.
Selanjutnya
dompet ku masukkan kedalam saku samping celana cargo yang kupakai kala itu. Aku
berpikir, ahh nanti saja kuserahkan dompet itu ke kantor polisi yang pertama kami jumpai,
dimanapun itu di kota Bangkok. Atau opsi lain adalah membuka dompet setiba di
terminal dan berharap ada nomor telepon yang dapat dihubungi atau mengirimkan
via pos ke alamat yang tertera di ID card pemilik dompet.
Sesimple
itu kah? Nah, ketika ada kesempatan membuka dompet di area terminal bus, disinilah masalah muncul. Kenapa? Uangnya terlalu sedikit ya? Bukan! Bukan itu masalahnya tapi tidak ada satupun isi dompet yang bisa kubaca.
Aku baru sadar, bukankah saat ini kami sedang berada di negeri
gajah putih dimana hampir semua huruf didominasi oleh aksara Thai. Termasuk
kartu pengenal, ATM atau apapun itu. Yang dapat dibaca cuma angka-angka.
Selebihnya tentu saja buta, maksudnya buta aksara Thai. Jangankan aksara thai, menghafal huruf-huruf hijaiyah saja belum lulus. Ihiks.
Sejak
awal aku tidak mau menceritakan kepada Ale, biar keadaan tak bertambah panik.
Aku tak mau mengawali pagi kami di Kota Bangkok dengan debat dan diskusi atau opsi-opsi
bagaimana membuat dompet itu kembali kepada si pemilik. Biar saja aku yang
berfikir. Aku percaya, sejauh ada niat baik untuk mengembalikan dompet kepada
pemiliknya tanpa ada niat mengurangi isi dompet, In Sya’ Allah pasti Allah
menuntun aku dengan cara Nya membuat keadaan dimana dompet akan sampai ke
tangan pemiliknya dan aku pun tenang dalam melakukan perjalanan.
Sewaktu
keluar dari satu stasiun BTS sky line ke stasiun berikutnya atau saat berjalan
kaki menuju ke beberapa destinasi wisata di kota Bangkok, aku selalu melihat ke
kiri-kanan berharap ketemu kantor polisi. Tapi tetap saja yang kucari tidak
ada.
Sampai
akhirnya, pada saat sujud terakhir sholat zuhur di masjid Ban Oou, tiba-tiba terlintas di benakku “Kenapa tidak diberikan saja kepada Imam masjid untuk diserahkan kepada
pemilik dompet?” Ehh, ketahuan deh kalau sholatnya gak khusyuk. Hahahahaaa.
Benar
juga, selesai berdoa aku langsung menjumpai Imam masjid Ban Oou. Aku ceritakan tentang dompet yang kutemukan didalam bus apa adanya. Disini juga Ale baru kuberitahu.
Peran
Imam masjid Ban Oou cukup besar. Ia akhirnya memfasilitasi aku bertemu dengan
pihak Centre Point Hotel, sebuah hotel bintang empat yang letaknya berdampingan
dengan masjid Ban Oou. Lalu salah seorang pegawai hotel ditugaskan khusus untuk
mengantar kami ke kantor polisi. Sang imam meminta maaf tidak dapat ikut ke kantor polisi karena saat itu hanya ia sendiri yang menjaga masjid.
Tiba di kantor polisi Yanawa, kami disambut ramah oleh Pak Chankul Jumruschai. Ia mempersilakan kami masuk ke ruangannya. Senang sekali bisa ketemu ruangan ber-AC setelah berpanas-panas diluar. Selanjutnya aku dan pak Chankul duduk saling berhadapan. Hanya dipisah oleh meja kerjanya. Berceritalah aku padanya mengenai penemuan dompet secara kronologis. Saat kuserahkan dompet, ia juga meminta passport ku. Lalu passport berpindah tangan kepada anak buah pak Chankul yang sedang menyiapkan berita acara.
Aku pikir, urusan aksara Thai sudah berakhir ternyata saat diserahkan lembar berita acara oleh anak buah pak Chankul untuk ditandatangani, lagi-lagi seluruh isi kertas didominasi huruf-huruf Thai. Yang dapat dibaca cuma nama ku dan angka-angka. Ooh tidaaaaaakkkkkkkkkk. Tapi ya sudahlah, tanda tangan saja dulu, yang penting dompet dapat segera sampai kepada pemiliknya.
Oh ya, ada yang bisa tolong terjemahkan isi berita acara yang ada difoto samping kanan ini? Ah sudahlah, gak penting juga.
Yaahhhh....meski
hari itu jalan-jalan kami harus berakhir di kantor Polisi Yanawa di distrik Bang
Rak, sehingga membatalkan
kunjungan ke beberapa destinasi di kawasan Silom tapi aku masih tetap berfikir
positif. Bukankah tidak semua orang dapat mengalami seperti apa yang
telah kami alami, “Berwisata Ke Kantor Polisi Bangkok”. Ahaa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar